SELAMAT DI AKHIRAT


Mayoritas pemeluk agama telah menerima begitu saja semua ajaran yang dikembangkan oleh para pemukanya, tak jarang, pemahaman yang mereka terima selalu berbentuk pengertian harfiah atas isi kitab suci. Surga dan neraka pun lebih sering dimaknai sebagai suatu lokasi daripada sebuah kondisi. Tuhan, setan, dan malaikat pun lebih dimengerti sebagai sosok personal daripada dipahami sebagai hasil konsepsi terhadap berbagai energi yang bersemayam dalam diri yang lebih tinggi dari sisi dimensi.

'Amma ba'duh.

Suatu hari seorang pelaku curanmor ditembak oleh polisi, tapi timah panas yang melesat dari pistol polisi tidak mempan ke tubuh si pelaku kejahatan, dan ia pun lolos dari sergapan. Sesampai di markas persembunyian gembong maling itu, ia bilang pada teman-temannya: "slamet slamet aku nggak mempan ditembak", katanya sambil merasa bangga karena kulitnya tidak mempan peluru.

Suatu malam yang sepi, di sebuah desa di kaki gunung, saya menceritakan kejadian tersebut pada seorang bijak. Beliau pun memberi wejangan:

"Nak, orang yang merasa dirinya selamat karena nggak mempan dibacok maupun ditembak itu pemahaman yang nggak bener, orang itu ya tetep nggak slamet. Orang yang selamat itu justru orang nggak pernah diniati akan dibacok atau ditembak oleh orang lain. Caranya gimana? Ya jagalah sikap tatakrama akhlak mulia terhadap sesama, maka selamatlah dunia dan akhiratmu", kata Sang Bijak sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Nak, sebenarnya akhirat itu ya di sini-di sini juga. Untuk apa orang-orang memikirkan akhirat itu merupakan kehidupan baru, lokasi baru, entah di planet mana yang kejadiannya masih sangat misterius entah kapan. Bukankah jika akhirat itu lebih nikmat dimaknai pada kehidupan saat ini saja?", Sang Bijak membetulkan duduknya pertanda keseriusannya memberikan nasihat.

"Nak, kata akhirat artinya sebuah akhir. Sekarang adalah akhir dari tadi. Hari senin adalah akhir dari hari minggu. Besok adalah akhir dari hari ini. Tahun 2015 adalah akhir dari tahun 2014. Detik ini adalah akhir daripada detik barusan. Maka perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan, supaya kamu selamat di tiap-tiap akhiratmu. Jika tak mampu berbuat baik, setidaknya kamu tidak sampai menyakiti sesamamu".

"Nak, akhirat memang berfungsi sebagai konsekuensi terhadap segala aksi. Jika kamu memukul orang detik ini, kamu akan mendapat balasan juga, cepat atau lambat, bisa detik berikutnya, bisa juga tahun berikutnya, dengan pembalasan yang bisa saja lebih kejam. Itulah mengapa akhirat digambarkan sebagai tempat nikmat dan siksa. Digambarkan sebagai taman surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, itulah perumpamaan dari kebahagiaan yang tak terlukiskan. Juga digambarkan sebagai neraka dengan api yang menyala-nyala, karena itulah perumpamaan dari siksa yang tak tertanggungkan". Sang Bijak menghela napas panjang di bawah dinginnya malam.

Saya hanya mampu termenung, mencoba memahami segala kalimat itu lebih dalam. Saya terbayang betapa masih banyak pemuka agama yang mengklaim bahwa agamanya sajalah yang paling benar, yang lain sesat-menyesatkan dan berbahaya. Bahkan ada yang berani berfatwa bahwa sebanyak apa pun seorang manusia berbuat baik jika tidak beriman pada bentuk keyakinan tertentu maka tertolaklah semua amal baiknya. Alangkah piciknya klaim itu. Bukankah kita harus selalu berbuat kebajikan, sedang kabajikan itu merupakan bahasa universal umat manusia. Lebih jauh, bahkan kita harus berani menganulir semua bentuk penafsiran terhadap kitab suci yang jauh dari semangat cinta kasih.

Wassalam,
Om santi santi santi Om..

"9"


Home Home Home