Al Quran adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w., sebagai salah satu rahmat yang tidak ada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul Wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk,pedoman dan pelajaran bagi siapa yang mempercayai serta mengamalkannya. Bukan itu saja, Al Quran itu adalah Kitab Suci yang paling penghabisan diturunkan Allah, yang isinya mencakup segala pokok-pokok syariat yang terdapat di dalamKitab-kitab Suci yang diturunkan sebelumnya. Karena itu, setiap orang yang mempercayai Al Quran, akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membacanya, untuk mempelajari dan memahaminya serta untuk mengamalkan dan mengajarkannya samapai merata rahmatnya dirasai dan dikecap oleh penghuni alam semesta.
Setiap Mu’min harus yakin, bahwa membaca Al Quran saja sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Sebab, yang dibacanya itu adalah Kitab Suci Ilahi. Al Quran adalah bacaan yang paling baik bagi seorang Mu’min. Baik dikala senang maupun susah; di kala gembira ataupun sedih. Malahan membaca Al Quran itu bukan saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.
Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullah yang bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasehat, katanya: ” Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini, aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan fikiranku kusut; makan tak enak, tidur tak nyenyak.”
Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya, katanya:” Kalau penyakit itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ketempat orang membaca Al Quran, engkau baca Al Quran atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya; atau engkau pergi ke pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di waktu tengah malam buta, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam, meminta dan memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah, agar diberi-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi hatimu.”
Setelah orang itu kembali kerumahnya, diamalkannyalah nasihat Ibnu Mas’ud r.a. itu. Dia pergi mengambil wudhu kemudian diambilnya Al Quran, terus dia baca dengan hati yang khusyu. Selesai membaca Al Quran, berubahlah kembali jiwanya, menjadi jiwa yang aman dan tenteram, fikirannya tenang, kegelisahannya hilang sama sekali.
Tentang keutamaan dan kelebihan membaca Al Quran, Rasulullah telah menyatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang maksdunya demikian:” Ada dua golongan manusia yang sungguh-sungguh orang dengki kepadanya, yaituorang yang diberi oleh Allah Kitab Suci Al Quran ini, dibacanya siang dan malam; dan orang yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaan itu digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah.”
Di dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim pula, Rasulullah menyatakan tentang kelebihan martabat dan keutamaan orang membaca Al Quran, demikian maksudnya:” Perumpamaan orang Mu’min yang membaca Al Quran, adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat; orang Mu’min yang tak suka membaca Al Quran, adalah seperti buah korma, baunya tidak begitu harum, tetapi manis rasanya; orang munafiq yang membaca Al Quran ibarat sekuntum bunga, berbau harum, tetapi pahit rasanya; dan orang munafiq yang tidak membaca Al Quran, tak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali.”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah juga menerangkan bagaimana besarnya rahmat Allah terhadap orang-orang yang membaca Al Quran di rumah-rumah peribadatan (mesjid, surau, mushalla dan lain-lain). Hal ini dikuatkan oleh sebuah hadits yang masyur lagi shahih yang berbunyi sebagai berikut:” Kepada kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah peribadatan, membaca Al Quran secara bergiliran dan ajar megajarkannya terhadap sesamanya, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketenteraman, akan berlimpah kepadanya rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan mengingat mereka” (diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah).
Dengan hadits di atas nyatalah, bahwa membaca Al Quran, baik mengetahui artinya ataupun tidak, adalah termasuk ibadah, amal shaleh dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya; memberi cahaya ke dalam hati yang membacanya sehingga terang benderang, juga memberi cahaya kepada keluarga rumah tangga tempat Al Quran itu dibaca. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Anas r.a. Rasulullah bersabda : “Hendaklah kamu beri nur (cahaya) rumah tanggamu dengan sembahyang dan dengan membaca Al Quran.”
Di dalam hadits yang lain lagi, Rasulullah menyatakan tentang memberi cahaya rumah tangga dengan membaca Al Quran itu. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Daru Quthi dari Anas r.a. Rasulullah memerintahkan : “Perbanyaklah membaca Al Quran di rumahmu, sesungguhnya di dalam rumah yang tak ada orang membaca Al Quran, akan sedikit sekali dijumapi kebaikan di rumah itu, dan akan banyak kejahatan, serta penghuninya selalu merasa sempit dan susah.”
Mengenai pahala membaca Al Quran, Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa, tiap-tiap orang yang membaca Al Quran dalam sembahyang, akan mendapat pahala lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkannya; membaca Al Quran di luar sembahyang dengan berwudhu, pahalanya dua puluh lima kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya; dan membaca Al Quran di luar sembahyang dengan tidak berwudhu, pahalanya sepuluh kali kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya.
Mendengarkan Bacaan Al Quran
Di dalam ajaran Islam, bukan membaca Al Quran saja yang menjadi ibadah dan amal yang mendapat pahala dan rahmat, tetapi mendengarkan Al Quran pun begitu pula. Malahan sebagian ulama mengatakan, bahwa mendengarkan orang membaca Al Quran pahalanya sama dengan orang yang membacanya.
Tentang pahala orang mendengarkan bacaan Al Quran dengan jelas dalam surat Al A’raaf (7) ayat 204 disebutkan sebagai berikut:
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.
Mendengarkan bacaan Al Quran dengan baik, dapat menghibur perasaan sedih, menenangkan jiwa yang gelisah dan melunakkan hati yang keras, serta mendatangkan petunjuk. Itulah yang dimaksudkan dengan Rahmat Allah, yang diberikan kepada orang yang mendengarkan bacaan Al Quran dengan baik. Demikian besar mu’jizat Al Quran sebagai Wahyu Ilahi, yang tak bosan-bosan orang membaca dan mendengarkannya. Malahan semakin sering orang membaca dan mendengarkannya, semakin terpikat hatinya kepada Al Quran itu; bila Al Quran itu dibaca dengan lidah yang fasih, dengan suara yang baik dan merdu akan memberikan pengaruh kepada jiwa orang yang mendengarkannya, sehingga seolah-olah yang mendengarnya sudah ada di alam ghaib, bertemu langsung dengan Khaliknya. Bagaimana keadaan orang Mu’min tatkala mendengarkan bacaan Al Quran itu, digambarkan oleh firman Allah sebagai berikut:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, hanyalah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al Anfaal QS:8:2)
Diriwayatkan bahwa suatu malam, Nabi Muhammad s.a.w. mendengarkan Abu Musa Al Asy’ari membaca Al Quran sampai jauh malam. Sepulang beliau di rumah, beliau ditanya oleh istri beliau Aisyah r.a., apa sebabnya pulang sampai jauh malam. Rasulullah menjawab, bahwa beliau terpikat oleh kemerduan suara Abu Musa Al Asy’ari membaca Al Quran, seperti
merdunya suara Nabi Daud a.s.
Di dalam riwayat, banyak sekali diceritakan, betapa pengaruh bacaan Al Quran pada masa Rasulullah terhadap hati orang-orang kafir yang setelah mendengarkan bacaan Al Quran itu, tidak sedikit hati yang pada mulanya keras dan marah kepada Muhammad s.a.w. serta pengikut- pengikutnya, berbalik menjadi lunak dan mau mengikuti ajaran Islam.
Rasulullah sendiri sangat gemar mendengarkan bacaan Al Quran dari orang lain. Dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan, bahwa Abdullah Ibnu Mas’ud menceritakan sebagai berikut :
Rasulullah berkata kepadaku: “Hai Ibnu Mas’ud, bacakanlah Al Quran untukku!”. Lalu aku menjawab: “Apakah aku pula yang membacakan Al Quran untukmu, ya Rasulullah, padahal Al Quran itu diturunkan Tuhan kepadamu?”. rasulullah menjawab : “Aku senang mendengarkan bacaan Al Quran itu dari orang lain.”
Kemudian Ibnu Mas’ud membacakan beberapa ayat dari surat An Nisaa’. Maka tatkala bacaan Ibnu Mas’ud itu sampai kepada ayat ke-41 yang berbunyi:
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul dan nabi) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (umatmu).”ayat itu sangat mengharukan hati Rasulullah, lalu beliau berkata: “Cukuplah sekian saja, ya Ibnu Mas’ud!”. Ibnu Mas’ud melihat Rasulullah meneteskan air matanya serta menundukkan kepalanya.
Membaca Al Quran Sampai Khatam
Bagi seorang Mu’min, membaca Al Quran telah menjadi kecintaannya. Pada waktu membaca Al Quran, ia sudah merasa seolah-olah jiwanya menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa; menerima amanat dan hikmat suci, memohon limpah karunia serta rahmat dan pertolongan-Nya. membaca Al Quran telah menjadi kebiasaannya yang tertentu, baik siang ataupun malam. Dibacanya sehalaman demi sehalaman, sesurat demi sesurat, dan se juz demi se juz, akhirnya samapi khatam (tamat).
Tidak ada suatu kebahagiaan di dalam hati seseorang Mu’min melainkan bila dia dapat membaca Al Quran sampai khatam. Bila sudah khatam, itulah puncak dari segala kebahagiaan hatinya.
Di dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali mencatat beberapa hadits dan riwayat mengenai pembacaan Al Qur’an sampai khatam. Digambarkannya bagaimana para sahabat, dengan keimanan dan keikhlasan hati, berlomba-lomba membaca Al Quran sampai khatam, ada yang khatam dalam sehari semalam saja, bahkan ada yang khatam dua kali dalam sehari semalam dan seterusnya. Di dalam sebuah hadits yang shahih, rasulullah menyuruh Abdullah bin Umar, supaya mengkhatamkan Al Quran sekali dalam seminggu. Begitulah para sahabat seperti Utsman, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud dan Ubaiyy bin Ka’ab, telah menjadi wiridnya untuk mengkhatamkan Al Quran pada tiap-tiap hari Jum’at.
Adapun mereka yang mengkhatam Al Quran sekali seminggu, Al Quran itu dibagi tujuh, menurut pembagian yang sudah mereka atur. Utsman bin Affan r.a. pada malam Jum’at, memulai membacanya dari surat Al Baqarah sampai surat Al Maa-idah, malam Sabtu dari surat Al An’aam sampai surat Hud, malam Ahad dari surat Yusuf sampai surat Maryam, malam Senin dari surat Thaaha sampai surat Thaasim, malam Selasa dari surat Ankabuut sampai surat Shaad, malam Rabu dari surat Tanzil sampai surat Al Rahmaan, dan mengkhatamkan pada malam Kamis. Tetapi Ibnu Mas’ud lain lagi membaginya, yaitu: hari pertama 3 surat, hari kedua 5 surat, hari ketiga 7 surat, hari keempat 9 surat, hari kelima 11 surat, hari keenam 13 surat dan hari ketujuh adalah surat yang selebihnya sampai tamat.
Di samping itu, ada juga di antara para sahabat yang membaca Al Quran sampai khatam dalam sebulan, untuk memperdalam penyelidikannya mengenai maksud yang terkandung didalamnya.
Adab Membaca Al Quran
Al Qura’an sebagai Kitab Suci, Wahyu Ilahi, mempunyai adab-adab tersendiri bagi orang-orang yang membacanya. Adab-adab itu sudah diatur dengan sagnat baik, untuk penghormatan dan keagungan Al Quran; tiap-tiap orang harus berpedoman kepadanya dan mengerjakannya.
Imam Al Ghazali di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin telah memperinci dengan sejelas-jelasnya bagaimana hendaknya adab-adab membaca Al Qur’an menjadi adab yang mengenal batin, dan adab yang mengenal lahir. Adab yang mengenal batin itu, diperinci lagi menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan kalimat Allah, menghadirkan hati dikala membaca sampai ke tingkat memperluas, memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa. Dengan demikian, kandungan Al Quran yang dibaca dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati sanubarinya. Kesemuanya ini adalah adab yang berhubungan dengan batin, yaitu dengan hati dan jiwa. Sebagai contoh, Imam Al Gazhali menjelaskan, bagaimana cara hati membesarkan kalimat Allah, yaitu bagi pembaca Al Qur’an ketika ia memulainya, maka terlebih dahulu ia harus menghadirkan dalam hatinya, betapa kebesaran Allah yang mempunyai kalimat-kalimat itu.
Dia harus yakin dalam hatinya, bahwa yang dibacanya itu bukanlah kalam manusia, tetapi adalah kalam Allah Azza wa Jalla. Membesarkan kalam Allah itu, bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga tulisan-tulisan Al Quran itu sendiri. Sebagaimana yang diriwayatkan, ‘Ikrimah bin Abi Jahl, sangat gusar hatinya bila melihat lembaran-lembaran yang bertuliskan Al Quran berserak-serak seolah-olah tersia-sia, lalu ia memungutnya selembar demi selembar, sambil berkata:”Ini adalah kalam Tuhanku! Ini adalah kalam Tuhanku, membesarkan kalam Allah berarti membesarkan Allah.”
Adapun mengenai adab lahir dalam membaca Al Quran, selain didapati di dalam kitab Ihya Ulumuddin, juga banyak terdapat di dalam kitab-kitab lainnya. Misalnya dalam kitab Al Itqan oleh Al Imam Jalaludin As Suyuthu, tantang adab membaca Al Quran itu diperincinya sampai menjadi beberapa bagian.
Diantara adab-adab membaca Al Quran, yang terpenting ialah:
1. Disunatkan membaca Al Quran sesudah berwudhu, dalam keadaan bersih, sebab yang dibaca adalah wahyu Allah.
2. Mengambil Al Quran hendaknya dengan tangan kanan; sebaiknya memegangnya dengan kedua belah tangan.
3. Disunatkan membaca Al Quran di tempat yang bersih, seperti di rumah, di surau, di mushalla dan di tempat-tempat lain yang dianggap bersih. Tapi yang paling utama ialah di mesjid.
4. Disunatkan membaca Al Quran menghadap ke Qiblat, membacanya dengan khusyu’ dan tenang; sebaiknya dengan berpakaian yang pantas.
5. Ketika membaca Al Quran, mulut hendaknya bersih, tidak berisi makanan, sebaiknya sebelum membaca Al Quran mulut dan gigi dibersihkan terlebih dahulu.
6. Sebelum membaca Al Quran disunatkan membaca ta’awwudz, yang berbunyi: a’udzubillahi minasy syaithanirrajim. Sesudah itu barulah dibaca Bismillahirrahmanir rahim. Maksudnya, diminta lebih dahulu perlindungan Allah, supaya terjauh pengaruh tipu daya syaitan, sehingga hati dan fikiran tetap tenang di waktu membaca Al quran, dijauhi dari gangguan. Biasa juga orang yang sebelum atau sesudah membaca ta’awwudz itu, berdo` dengan maksud memohon kepada Alah supaya hatinya menjadi terang. Doa itu berbunyi sebagai berikut.
“Ya Allah bukakanlah kiranya kepada kami hikmat-Mu, dan taburkanlah kepada kami rahmat dan khazanah-Mu, ya Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
7. Disunatkan membaca Al Quran dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan tenang, sesuai dengan firman Allah dalam surat (73) Al Muzammil ayat 4:
“….Dan bacalah Al Quran itu dengan tartil”.
Membaca dengan tartil itu lebih banyak memberi bekas dan mempengaruhi jiwa, serta serta lebihmendatangkan ketenangan batin dan rasa hormat kepada Al Quran.Telah berkata Ibnu Abbas r.a.:” Aku lebih suka membaca surat Al Baqarah dan Ali Imran dengan tartil, daripada kubaca seluruh Al Quran dengan cara terburu-buru dan cepat-cepat.”
8. Bagi orang yang sudah mengerti arti dan maksud ayat-ayat Al Quran, disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat yang dibacanya itu dan maksudnya. Cara pembacaan seperti inilah yang dikehendaki, yaitu lidahnya bergerak membaca, hatinya turut memperhatikan dan memikirkan arti dan maksud yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya. Dengan demikian, ia akan sampai kepada hakikat yang sebenarnya, yaitu membaca Al Quran serta mendalami isi yang terkandung di dalamnya.Hal itu akan mendorongnya untuk mengamalkan isi Al Quran itu. Firman Allah dalam surat (4) An Nisaa ayat 82 berbunyi sebagai berikut:
“Apakah mereka tidak memperhatikan (isi) Al Quran?…”
Bila membaca Al Quran yang selalu disertai perhatian dan pemikiran arti dan maksudnya, maka dapat ditentukan ketentuan-ketentuan terhadap ayat-ayat yang dibacanya. Umpamanya: Bila bacaan sampai kepada ayat tasbih, maka dibacanya tasbih dan tahmid; Bila sampai pada ayat Doa dan Istighfar, lalu berdoa dan minta ampun; bila sampai pada ayat azab, lalau meminta perlindungan kepada Allah; bila sampai kepada ayat rahmat, llau meminta dan memohon rahmat dan begitu seterusnya. Caranya, boleh diucapkan dengan lisan atau cukup dalam hati saja. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dari Ibnu Abbas yang maksudnya sebagai berikut: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. apabila membaca: “sabbihissma rabbikal a’la beliau lalu membaca subhanarobbiyal a’la . Diriwayatkan pula oleh Abu Daud, dan Wa-il binHijr yang maksudnya sebagai berikut:” Aku dengan Rasulullah membaca surat Al Fatihah , maka Rasulullah sesudah membaca walad dholliin lalu membaca aamin . Demikian juga disunatkan sujud, bila membaca ayat-ayat sajadah, dan sujud itu dinamakan sujud tilawah.
Ayat-ayat sajadah itu terdapat pada 15 tempat yaitu:
dalam surat Al-A’raaf ayat 206
dalam surat Ar-ra’d ayat 15
dalam surat An-Nahl ayat 50
dalam surat Bani Israil ayat 109
dalam surat Maryam ayat 58
dalam surat Al-Haji ayat 18 dan ayat 77
dalam surat Al Furqaan ayat 60
dalam surat Annaml ayat 26
dalam surat As-Sajdah ayat 15
dalam surat As-Shad ayat 24
dalam surat Haamim ayat 38
dalam surat An-Najm ayat 62
dalam surat Al-Insyiqaq ayat 21, dan
dalam surat Al-’Alaq ayat 19
9. Dalam membaca Al Quran itu, hendaknya benar-benar diresapkan arti dan maksudnya, lebih-lebih apabila smapai pada ayat-ayat yang menggambarkan nasib orang-orang yang berdosa, dan bagaimana hebatnya siksaan yang disediakan bagi mereka. Sehubungan dengan itu, lenurut riwayat, para sahabat banyak yang mencucurkan air matanya di kala membaca dan mendengar ayat-ayat suci Al Quran yang menggambarkan betapa nasib yang akan diderita oleh orang-orang yang berdosa.
10. Disunatkan membaca Al Quran dengan suara yang bagus lagi merdu, sebab suara yang bagus dan merdu itu menambah keindahan islubnya Al Quran. Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
“Kamu hiasilah Al Quran itu dengan suaramu yang merdu”
Diriwayatkan, bahwa pada suatu malam Rasulullah s.a.w. menunggu-nunggu istrinya, Sitti ‘Aisyah r.a. yang kebetulan agak terlambat datangnya. Setelah ia datang, Rasulullah bertanya kepadanya:” Bagaimanakah keadaanmu?” Aisyah menjawab :”Aku terlambat datang, karena mendengarkan bacaan Al Quran seseorang yang sangat bagus lagi merdu suaranya. Belum pernah akumendengarkan suara sebagus itu.”
Maka Rasulullah terus berdiri dan pergi mendengarkan bacaan Al Quran yang dikatakan Aisyah itu. rasulullah kembali dan mengatakan kepada Aisyah:” Orang itu adalah Salim, budak sahaya Abi Huzaifah. Puji- pujian bagi Allah yang telah menjadikan orang yang suaranya merdu seperti Salim itu sebagai ummatku.”
Oleh sebab itu, melagukan Al Quran dengan suara yang bagus, adalah disunatkan, asalkan tidak melanggar ketentuan-ketentuan dan tata cara membaca sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ilmu qiraat dan tajwid, seperti menjaga madnya, harakatnya (barisnya) idghamnya dan lain-lainnya. Di dalam kitab zawaidur raudhah, diterangkan bahwa melagukan Al Quran dengan cara bermain-main serta melanggar ketentuan- ketentuan seperti tersebut di atas itu, haramlah hukumnya; orang yang membacanya dianggap fasiq, juga orang yang mendengarkannya turut berdosa.
11. Sedapat-dapatnya membaca Al Quran janganlah diputuskan hanya karena hendak berbicara dengan orang lain. Hendaknya pembacaan diteruskan sampai ke batas yang telah ditentukan, barulah disudahi. Juga dilarang tertawa-tawa, bermain-main dan lain-lain yang semacam itu, ketika sedang membaca Al Quran. Sebab pekerjaan yang seperti itu tidak layak dilakukan sewaktu membaca Kitab Suci dan berarti tidak menghormati kesuciannya.
Itulah diantara adab-adab yang terpenting yang harus dijaga dan diperhatikan, sehingga dengan demikian kesucian Al Quran dapat terpelihara menurut arti yang sebenarnya.
Repost: Source